COVID-19, Merdeka Belajar, dan Pembelajaran Jarak Jauh

Bagaimana merancang pembelajaran jarak jauh yang memerdekakan? Pandangan pengajaran sebagai interaksi antar pelaku pembelajaran akan ditawarkan dalam membangun sistem pembelajaran jarak jauh.


Akibat pandemi COVID-19, banyak sekolah dan perguruan tinggi ditutup. Seperti dalam cuitan UNICEF Amerika Serikat tertanggal 9 Maret di bawah, hampir 300 juta peserta didik terkena dampak penutupan institusi pendidikan tersebut. Beberapa daerah di Indonesia, yaitu Jakarta dan Surakarta, juga telah siap siaga menghadapi COVID-19 dengan menutup sekolah-sekolah di dua daerah tersebut. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia juga melakukan kebijakan serupa, misalnya Universitas Indonesia, Universitas Gajah Madha, dan Universitas Negeri Yogyakarta.

Kebijakan ini, yang tujuannya tak lain adalah untuk mencegah penyebaran infeksi COVID-19, senada dengan himbauan WHO bahwa semua elemen masyarakat perlu berpartisipasi dalam mencegah dan meminimalkan dampak penyakit tersebut. Akan tetapi, kebijakan tersebut tidak menyurutkan institusi-institusi pendidikan tersebut untuk mengadakan pembelajaran, bukan pembelajaran tatap muka melainkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Tak ayal, peralihan moda pembelajaran dari tatap muka (dan mungkin sebagian sudah menerapkan blended learning) ke pembelajaran jarak jauh akan menimbulkan banyak pertanyaan. Satu dari banyak pertanyaan tersebut mungkin seperti ini, “Bagaimana desain pembelajaran jarak jauh yang efektif?” Pertanyaan inilah yang akan menjadi fokus pembahasan artikel ini. Agar pembahasan tersebut sejalan dengan program merdeka belajar yang dicanangkan oleh Kemdikbud Republik Indonesia, maka pembahasannya akan dikemas sebagai aksi dari call to action program tersebut. Oleh karena itu, penjelasan singkat ide merdeka belajar akan diulas sebagai berikut.

Merdeka Belajar

Ketika pertama kali mendengar istilah ‘merdeka belajar’, saya merasa skeptis. Cita-cita itu terasa terlalu ambisius untuk dilakukan mengingat kondisi pendidikan nasional yang sangat beragam. Kemudian saya berefleksi dan pada akhirnya bertanya kepada diri sendiri, “Bukankah memang dibutuhkan program pendidikan yang ambisius, agar peserta didik (yang memang layak dan perlu menerima pendidikan dengan kualitas terbaik) dapat mempersiapkan masa depan di dunia yang serba berubah ini?” Barangkali dari pemikiran seperti inilah akhirnya semangat inovasi dan budaya belajar menjadi roh dari program merdeka belajar untuk menciptakan peserta didik yang memiliki pola pikir yang senantiasa berkembang (growth mindset).

Bukankah memang dibutuhkan program pendidikan yang am-bisius agar peserta didik dapat mempersiapkan masa depan di dunia yang serba berubah ini?

Semangat untuk melakukan inovasi adalah roh pertama program merdeka belajar. Dengan semangat ini, pendidik dituntut untuk mengeksplorasi dan menerapkan berbagai macam teori, pendekatan, dan prinsip desain pembelajaran guna menciptakan lingkungan belajar yang inovatif bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, pendidik perlu melakukan refleksi secara terus-menerus terhadap praktik pengajarannya, serta menerapkan dan mengembangkan model-model pembelajaran terkini, seperti flipped classroom, blended learning, dan pembelajaran daring. Selain itu, pendidik juga perlu mengoptimalkan gawai yang telah dimiliki oleh peserta didik, atau yang telah disediakan bagi mereka, untuk menciptakan pembelajaran inovatif, aktif, dan mendalam.

Roh kedua program merdeka belajar adalah budaya belajar. Dalam menyediakan pembelajaran yang berkualitas bagi peserta didiknya, pendidik dituntut untuk senantiasa belajar dari dan dengan pendidik lainnya. Lebih jauh, pendidik juga harus tidak takut untuk menjelajah dan bereksperimen dengan metode-metode pembelajaran yang menjanjikan dan telah terbukti efektivitasnya sebagai upaya untuk memperbaiki praktik pengajarannya. Untuk mewujudkan budaya belajar ini, pendidik perlu untuk terlibat aktif dalam jejaring profesinya, baik lingkup lokal maupun global, serta selalu memperbarui pengetahuannya terkait hasil-hasil penelitian dalam bidang ilmu pendidikan.

Kedua roh merdeka belajar di atas pada dasarnya mengingatkan pendidik pada semangat pengabdiannya, yaitu semangat berinovasi dan belajar secara berkelanjutan untuk mempersiapkan peserta didiknya menghadapi masa depannya. Semangat berinovasi dan belajar inilah yang harus dipegang dalam mendesain dan memfasilitasi pembelajaran bagi peserta didi-knya, tidak terkecuali untuk pembelajaran jarak jauh.

Desain Pembelajaran Jarak Jauh

Pembelajaran jarak jauh perlu dirancang secara matang agar dapat memfasilitasi pembelajaran peserta didik secara optimal. Banyak prinsip-prinsip desain pengajaran yang tersedia di literatur untuk melakukannya. Di sini saya akan menawarkan prinsip ‘pengajaran sebagai interaksi’ sebagai kerangka dalam mendesain pembelajaran jarak jauh. Mengapa prinsip ini?

Prinsip ini mengakui bahwa pengajaran melibatkan proses yang kompleks antar pelaku pembelajaran. Pelaku-pelaku pembelajaran tersebut saling ter-gantung satu sama lain. Selanjutnya, prinsip ini dapat memberikan gambaran interaksi-interaksi antar pelaku pembelajaran yang terjadi di dalam pembelajaran jarak jauh. Terakhir, prinsip ini juga memberikan peluang bagi pendekatan pembelajaran modern yang mensyaratkan adanya interaksi antar peserta didik di dalam lingkungan belajar daring, misalnya adalah pembelajaran kolaboratif berbantuan komputer atau computer-supported collaborative learning (CSCL).

Prinsip pengajaran sebagai interaksi memiliki aksioma bahwa pengajaran adalah interaksi antara pendidik dan peserta didik di seputaran konten pembelajaran. Dengan kata lain, prinsip ini memaknai pengajaran sebagai apa yang pendidik lakukan, katakan, dan pikirkan bersama dengan peserta didiknya mengenai konten pembelajaran di dalam suatu lingkungan belajar.

Gambar 1 Pengajaran sebagai interaksi

Prinsip ini diilustrasikan oleh Gambar 1. Oleh karena itu, untuk mendesain pembelajaran jarak jauh yang efektif, perlu dipikirkan dan dirancang berbagai macam strategi untuk memfasilitasi interaksi antara pendidik dengan konten pembelajaran, peserta didik dengan konten pembelajaran, peserta didik dengan pendidik, dan peserta didik dengan peserta didik lainnya.

Pendidik dan Konten Pembelajaran

Peran pendidik yang pertama dalam penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh adalah mengembangkan konten pembelajaran. Untuk melakukannya, pendidik tentu saja harus berpikir bahwa konten pembelajaran tersebut nantinya akan disampaikan secara daring. Asumsi ini krusial dalam pengembangan konten untuk pembelajaran jarak jauh. Kemudian, pendidik juga perlu untuk menentukan komponen-komponen konten pembelajaran tersebut, mempertimbangkan dan memperhatikan konten-konten pembela-jaran yang sudah ada, dan terakhir mengembangkannya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, asumsi bahwa konten pem-belajarannya disampaikan secara daring penting dalam mengembangkan konten untuk pembelajaran jarak jauh. Dengan asumsi tersebut, pendidik harus sadar bahwa tujuan dari pembelajaran jarak jauh adalah untuk meng-gantikan pengalaman belajar tatap muka di kelas. Selain itu, berbeda dengan pembelajaran tatap muka, fasilitasi pendidik kepada peserta didi-knya akan berpusat kepada perangkat lunak dan aplikasi-aplikasi daring. Peserta didik dalam sistem pembelajaran ini juga diasumsikan mandiri atau tidak terlalu bergantung pada bantuan langsung pendidik.

Setelah memperhatikan asumsi-asumsi pembelajaran jarak jauh, pendidik sudah siap dalam mengembangkan konten pembelajarannya. Komponen-komponen dalam konten pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah bahan ajar, penilaian, dan informasi tentang manajemen kelas daringnya.

Bahan ajar yang dimaksud di sini adalah konten pembelajaran yang digunakan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Beberapa contoh bahan ajar di antaranya adalah modul, simulasi komputer, aktivitas interaktif berbasis komputer, daftar rujukan atau bahan bacaan untuk peserta didik, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ajar tersebut selanjutnya disertai oleh instrumen penilaian yang mengacu pada indikator capaian kompetensi dan mengakomodasi kebutuhan peserta didik.

Dalam merancang penilaian, pendidik sebaiknya menyediakan cara-cara bagi peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan disposisinya, misalnya penggunaan sistem portofolio-el yang dapat menyimpan semua hasil kerja dan refleksinya, serta memperbolehkan peserta didik untuk memilih jalur dan kecepatan belajarnya sendiri.

Terakhir dan tidak kalah pentingnya, pendidik juga perlu mempersiapkan informasi tentang pengelolaan kelas daringnya bagi peserta didik. Contoh informasi semacam ini dapat ditemukan dengan mudah di internet. Misalnya adalah informasi manajemen perkuliahan Metode Statistik yang telah saya kembangkan beberapa waktu lalu.

Setelah daftar komponen-komponen konten pembelajaran selesai dibuat, selanjutnya pendidik menentukan apakah sudah ada konten pembelajaran yang sesuai dengan capaian pembelajaran yang telah ditentukan. Konten-konten pembelajaran tersebut dapat dicari di repositori institusi sendiri ataupun di internet. Saat ini, banyak konten pembelajaran yang berupa objek-objek pembelajaran beredar di internet secara luas, misalnya OER Commons, Open Textbook Library, dan OpenStax CNX.

Selain itu, kursus-kursus daring juga dapat ditemukan secara luas di internet. Pendidik bisa mencoba Khan Academy, misalnya, sebagai salah satu penunjang peserta didik untuk mencapai capaian pembelajaran yang telah ditetapkan. Bahkan, Coursera menyediakan bantuan bagi universitas-universitas yang terkena dampak penyakit virus korona dengan menyediakan akses gratis ke kursus-kursus daringnya.

Dengan banyaknya konten pembelajaran yang tersedia secara melimpah di luar sana, pendidik perlu memilih dan memilahnya secara bijak. Pendidik perlu memeriksa apakah konten-konten tersebut sesuai dengan capaian pembelajaran, peserta didik, dan proses pembelajaran yang telah direncanakan dan ditargetkan sebelumnya.

Apakah konten pembelajaran yang sesuai dapat ditemukan dari berbagai sumber? Jika tidak semua konten pembelajaran yang telah ditentukan dapat ditemukan, maka pendidik perlu menyusunnya sendiri (dengan dibantu oleh tenaga profesional lainnya).

Keterampilan-keterampilan yang berkenaan dengan artistik dan teknis diperlukan untuk menyusun sendiri konten pembelajaran seperti ini. Keterampilan-keterampilan tersebut merentang mulai dari keterampilan sederhana dalam menggunakan perangkat lunak pengolah kata sampai mengkonversinya ke dalam konten yang ramah web.

Untungnya, sudah banyak alat-alat yang dapat mempermudah melakukan hal-hal tersebut. Moodle (yang digunakan di belajar.usd.ac.id), Google Classroom, Edmodo, dan Schoology bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem manajemen pembelajaran atau learning management system (LMS).

Untuk membuat video cuplikan layar (screencast), pendidik dapat menggunakan ActivePresenter, Camtasia, atau Filmora, sedangkan Edpuzzle bisa dimanfaatkan untuk membuat video yang interaktif. Media presentasi yang menarik dapat dibuat melalui Prezi atau Powtoon. Banyak juga aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat kuis dan penilaian, di antaranya adalah Kahoot, Quizizz, dan Socrative.

Dalam memproduksi konten pembelajaran, pendidik perlu untuk memperhatikan teori-teori dan prinsip-prinsip yang telah lama dan secara luas digunakan. Misalnya saja, ketika mengembangkan multimedia pembelajaran (termasuk di antaranya video), pendidik dapat menggunakan prinsip-prinsip yang diusulkan oleh Mayer. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, pendidik perlu memperhatikan prinsip koherensi, pemberian isyarat, redundansi, kedekatan spasial dan temporal, segmentasi, pra-pembelajaran, modalitas, multimedia, personalisasi, suara, dan gambar.

Lebih lanjut, ketika mengembangkan instrumen penilaian, pendidik juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian yang relevan, seperti penilaian autentik, taksonomi Bloom, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills (HOTS).

Pembahasan sebelumnya memaparkan tentang bagaimana seorang pendidik mengembangkan konten pembelajaran. Selanjutnya, perlu diperhatikan juga apa yang bisa diberikan oleh konten pembelajaran kepada pendidik, yaitu data. Data tersebut bisa bermacam-macam. Bisa berupa data nilai, ketuntasan, perilaku, perkembangan peserta didik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk dapat memahami dan menggunakan data seperti itu guna mendukung peserta didik mencapai capaian pembelajarannya.

Peserta Didik dan Konten Pembelajaran

Sekarang konten pembelajaran telah selesai dikembangkan, lalu apa yang dilakukan selanjutnya? Berikutnya adalah menampilkan konten tersebut agar dapat diakses oleh peserta didik. Akan tetapi, tidak cukup jika konten tersebut hanya dipasang saja dan mengasumsikan bahwa semua peserta didik akan dapat mengakses dan mempelajari konten tersebut.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan perbedaan antara apa yang diasumsikan pendidik tersebut dengan apa yang benar-benar dilakukan peserta didiknya. Beberapa faktor di antaranya adalah norma kelompok belajar, kondisi konten pembelajaran, serta kebiasaan dan disposisi yang dimiliki oleh pendidik maupun peserta didiknya. Oleh karena itu, pendidik perlu mengantisipasi hal ini dengan merencanakan strategi yang tepat bagi peserta didiknya.

Pertama, pendidik perlu memberikan deskripsi dan instruksi yang jelas untuk konten-konten pembelajaran yang telah dikembangkannya. Informasi mengenai rasionalisasi mengapa konten pembelajaran tersebut sejalan dengan capaian pembelajaran yang telah ditentukan juga perlu diberikan.

Untuk mengilustrasikan hal ini, Gambar 2 berikut menunjukkan contoh instruksi saya kepada para mahasiswa mata kuliah Kapita Selekta ketika saya menugaskan mereka untuk membuat refleksi pembelajaran secara tertulis. Untuk memudahkan peserta didik, instruksi seperti ini dapat disajikan ke dalam video pendek 1–2 menit.

Gambar 2 Contoh instruksi penugasan refleksi tertulis

Selain instruksi yang jelas, pendidik perlu menyediakan dan membahas rubrik penilaian dan eksemplar yang jelas bagi peserta didik sebelum peserta didik melakukan tugas tersebut. Apabila peserta didik diajak untuk mendiskusikan kriteria-kriteria penilaian dalam rubrik penilaian tersebut, mereka akan mengetahui harapan seperti apa yang dibebankan terhadap hasil kerja mereka nantinya. Dengan demikian, mereka akan mulai memikirkan dan memilih strategi yang menurut mereka tepat dalam pengerjaan tugas yang diberikan.

Berikutnya adalah eksemplar. Eksemplar tidak hanya dapat digunakan sebagai model karya yang baik bagi peserta didik, melainkan lebih dari itu, eksemplar dapat digunakan sebagai bahan untuk mengajak peserta didik menganalisis poin-poin baik dari eksemplar tersebut. Dari proses analisis ini, diharapkan peserta didik memahami betul poin-poin baik tersebut untuk diimplementasikan pada hasil karyanya nanti.

Ringkasnya, rubrik penilaian dan eksemplar tersebut dapat dijadikan alat bagi peserta didik untuk menentukan tujuan dan standar pribadinya terhadap kualitas hasil kerja mereka nantinya.

Berbagi Praktik Pengajaran: Blog sebagai Eksemplar

Untuk mengilustrasikan penggunaan eksemplar, saya akan coba membagikan praktik pengajaran saya di mata kuliah Metode Statistik. Sejak pertama kali mengajar mata kuliah ini, saya selalu menugaskan mahasiswa secara berkelompok untuk melakukan penelitian kecil-kecilan. Hasil penelitian ini kemudian dilaporkan dalam bentuk artikel dengan panjang kurang lebih 800 kata.

Dari beberapa artikel yang dihasilkan, saya kemudian memilih 1 artikel yang menurut saya baik untuk dibaca adik-adik tingkatnya nanti. Setelah artikel tersebut terpilih, saya kemudian melakukan koreksi ulang dan melakukan penyuntingan yang diperlukan. Saya kemudian memposting artikel tersebut ke dalam Kolom Mahasiswa di situs web pribadi saya. Sampai tulisan ini dimuat, sudah ada tiga artikel yang termuat di situs web tersebut, yaitu artikel tahun 2017, 2018, dan 2019.

Artikel-artikel tersebut selanjutnya saya jadikan eksemplar bagi para mahasiswa di kelas Metode Statistik tahun berikutnya. Mereka saya berikan tautan ke artikel-artikel kakak tingkatnya tersebut agar mereka menganalisis hal-hal baik dalam artikel-artikel tersebut. Hal-hal baik tersebut selanjutnya dapat mereka gunakan sebagai panduan dalam melakukan penelitian dan menulis hasilnya.

Kedua, durasi waktu dan tenggat pengaksesan konten pembelajaran perlu secara jelas dikomunikasi ke peserta didik. Komunikasi seperti ini penting bagi peserta didik agar mereka dapat merencanakan kapan mereka bekerja. Dengan demikian, mereka akan dapat mengelola waktunya dengan baik, merencanakan strategi dalam mengerjakan tugas yang diberikan, dan dapat memilih bagian mana dari tugas tersebut yang memerlukan waktu ekstra untuk dikerjakan.

Poin ketiga terkait dengan pemberian pemantik (trigger) terhadap implementasi konten pembelajaran. Pemantik ini ditujukan untuk memberikan motivasi atau dorongan bagi peserta didik untuk bertindak. Pemantik ini bisa bermacam-macam, tergantung dari konten pembelajarannya. Sebagai contoh, untuk menjamin terjadinya diskusi di dalam forum diskusi daring asinkron (asynchronous online discussion forum), pendidik bisa menggunakan mekanisme naskah kolaborasi (collaboration script).

Gambar 3 berikut memperlihatkan naskah kolaborasi yang telah saya terapkan di mata kuliah Desain Pembelajaran Matematika SMP tahun 2020.

Gambar 3 Contoh naskah kolaborasi untuk forum diskusi daring asinkron

Selain naskah kolaborasi, gamifikasi dapat digunakan sebagai pemantik lainnya bagi peserta didik agar termotivasi dalam pembelajarannya. Gamifikasi ini merupakan bentuk mekanisme dalam meningkatkan motivasi peserta didik melalui elemen-elemen gim, seperti poin, lencana (badge), dan papan peringkat (leaderboard). Lencana dan papan skor telah saya gunakan dalam mata kuliah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu Desain Pembelajaran Matematika SMP, sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi mahasiswa dalam berkontribusi di forum diskusi yang telah disediakan.

Gambar 4 berikut menunjukkan implementasi kedua elemen gim tersebut. Lencana dalam Gambar 4 tersebut dibuat melalui Badge Designer.

Gambar 4 Implementasi lencana dan papan peringkat

Keempat, pelatihan tentang kompetensi prasyarat sebaiknya perlu dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Sebagai ilustrasi, saya akan menyambung dari contoh sebelumnya, yaitu terkait forum diskusi daring asinkron. Untuk bisa terlibat aktif dan produktif dalam diskusi dalam forum ini, peserta didik perlu melek umpan balik. Dengan kata lain, mereka perlu memiliki literasi umpan balik. Untuk mencapai ini, di perkuliahan tersebut dilakukan pelatihan tentang literasi umpan balik dengan mengkaji suatu artikel.

Peserta Didik dan Pendidik

Interaksi berikutnya dalam pengajaran adalah interaksi antara peserta didik dan pendidik. Dalam pembelajaran tatap muka, interaksi peserta didik biasanya dilakukan pada saat penyajian materi, tanya jawab, dan diskusi klasikal. Dalam pembelajaran jarak jauh, kegiatan-kegiatan seperti ini masih dapat dilakukan melalui konferensi video (videoconferencing). Beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan hal ini antara lain Skype, Google Hangouts, dan Zoom.

Pemberian umpan balik dari pendidik ke peserta didik adalah jenis interaksi lainnya. Pemberian umpan balik ini sebaiknya ditujukan agar peserta didik, sebagai penerima umpan balik, mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan, memiliki regulasi diri, dan menggunakan umpan balik tersebut secara produktif.

Untuk mencapai hal ini, pendidik bisa menerapkan penugasan multi-tahap. Misalnya, pendidik memberikan tugas kepada peserta didik dan mereka mengumpulkan hasil kerjanya. Setelah itu, pendidik memberikan umpan balik tertulis terhadap hasil kerja tersebut. Peserta didik kemudian merevisi hasil kerjanya berdasarkan umpan balik tersebut untuk kemudian dikumpulkan lagi. Dalam pengumpulan terakhir ini, peserta didik harus memberikan uraian mengapa revisi tersebut sudah mengakomodasi umpan balik yang telah diberikan dan juga mengapa revisi tersebut membuat hasil kerjanya menjadi lebih baik.

Interaksi antara pendidik dan peserta didik dapat difasilitasi melalui komunikasi asinkron dan sinkron. Komunikasi asinkron, misalnya forum, lebih cocok digunakan untuk diksusi yang lebih menuntut pemikiran mendalam peserta didik mengenai konten pembelajaran, sedangkan komunikasi sinkron, misalnya chatting, lebih merangsang peran sosial peserta didik dalam komunitas pembelajaran. Beberapa hal yang secara efektif dapat dikomunikasikan melalui chatting antara lain mengingatkan peserta didik tentang tenggat dari suatu tugas, pemberitahuan tentang adanya pembaharuan konten pembelajaran, dan pengumuman terkait pengelolaan kelas.

Dalam dua jenis komunikasi tersebut peran pendidik tetaplah penting, yaitu sebagai pengarah/moderator agar diskusi yang dilakukan tetap terarah. Selain itu, dalam komunikasi tersebut pendidik dapat mengidentifikasi miskonsepsi dan perbaikannya, serta mengidentifikasi area perselisihan pendapat dan penyelesaiannya.

Interaksi Antarpeserta Didik

Interaksi antar peserta didik dapat difasilitasi dengan berbagai cara. Pertama, forum asinkron dapat digunakan untuk memfasilitasi diskusi antar peserta didik mengenai topik atau permasalahan tertentu. Media sosial, seperti Twitter, juga secara efektif dapat digunakan untuk mewujudkan interaksi antar peserta didik tersebut. Sebagai contoh, dua cuitan di bawah menunjukkan bahwa media sosial ini dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran.

Penilaian dan umpan balik sejawat merupakan alat lainnya yang dapat digunakan untuk mengakomodasi interaksi antarpeserta didik. Penelitian yang telah saya lakukan pada tahun 2018 silam menemukan bahwa penilaian dan umpan balik sejawat dapat memfasilitasi pembelajaran peserta didik.

Ketika peserta didik menilai hasil kerja temannya, mereka melakukan proses pembandingan hasil kerja mereka dengan hasil kerja temannya yang dikoreksi. Dari proses ini mereka melakukan proses refleksi, baik tentang kesalahan pada pekerjaannya ataupun sebaliknya. Refleksi ini akan memberikan aksi bagi penilai untuk memperbaiki kesalahannya di masa mendatang atau memberikan umpan balik korektif ataupun elaboratif terhadap pekerjaan temannya. Proses semacam ini jika difasilitasi teknologi yang sesuai akan potensial untuk mencipatakan pembelajaran yang mendalam.

Berbagi Praktik Pengajaran: Penilaian dan Umpan Balik Sejawat dalam Moodle

Hampir di setiap mata kuliah yang saya ampu, saya memanfaatkan penilaian dan umpan balik sejawat. Dengan strategi ini, saya berharap dapat mengembangkan kemampuan ma-hasiswa dalam memberikan dan menerima umpan balik. Artinya, saya berharap agar mereka mampu mengapresiasi umpan balik, melakukan evaluasi, mengelola sikap mereka terhadap umpan balik, dan mengambil tindakan atau aksi terhadap umpan balik yang diterimanya. Saya secara pribadi meyakini bahwa kapabilitas semacam ini akan berguna di tempat kerja mereka nantinya.

Untuk memfasilitasi penilaian dan umpan balik sejawat, saya menggunakan fitur workshop dalam sistem manajemen pembelajaran yang saya pakai, yaitu Moodle. Fitur workshop ini terdiri dari lima tahapan, yaitu tahapan pengaturan, pengumpulan, penilaian, penghitungan skor, dan penutupan. Dua tahapan yang perlu diperhatikan dan diatur secara khusus oleh pendidik adalah tahapan-tahapan pengaturan dan penghi-tungan skor, sedangkan keterlibatan peserta didik ada di tahapan pengumpulan dan penilaian.

Di tahapan pengaturan, pendidik perlu memberikan deskripsi workshop, mem-berikan instruksi penilaian, dan membuat alat penilaiannya (misalnya rubrik penilaian). Setelah semuanya selesai diatur, maka tahapannya harus dialihkan ke tahapan pengum-pulan. Sebelum dialihkan ke tahapan ini, peserta didik tidak akan bisa mengumpulkan pekerjaannya. Setelah semua peserta didik mengumpulkan pekerjaannya, masih di taha-pan pengumpulan, pendidik perlu mengalokasikan penilaian. Dengan kata lain, pendidik perlu mengatur siapa menilai siapa dan siapa dinilai siapa. Pengaturan ini dapat dibuat acak. Setelah semua itu selesai, pendidik perlu mengalihkan tahapan workshop tersebut ke tahapan penilaian. Di tahapan ini, peserta didik akan menilai pekerjaan temannya sesuai dengan rubrik penilaian dan alokasi yang ditentukan. Jika penilaian sudah selesai, pendidik dapat beralih ke tahapan penghitungan skor. Di tahapan ini, tugas pendidik adalah menghitung dan memberikan skor kepada peserta didik terhadap pekerjaan yang dinilai temannya dan kontribusinya dalam penilaian sejawat. Setelah dihitung, peserta didik perlu melihat berapa skor yang mereka dapat dan apa saja komentar temannya terhadap pekerjaannya. Untuk melakukannya, tahapan workshop harus dialihkan ke taha-pan berikutnya, yaitu tahapan penutupan.

Dokumen bersama juga dapat digunakan oleh peserta didik untuk melakukan interaksi di seputaran konten pembelajaran. Dokumen bersama tersebut misalnya adalah Dropbox Paper, Google Docs, dan Google Sheets. Dengan alat-alat daring seperti itu, mereka dapat membuat dan menyunting suatu dokumen secara bersama-sama di tempat dan waktu yang berbeda-beda.

Jika peserta didik ingin ruang yang lebih luas untuk berdiskusi, mereka juga dapat diinformasikan untuk menggunakan Slack, DingTalk, ataupun Lark. Tentu saja, pemilihan alat-alat tersebut juga tetap memperhatikan kefamilierannya dengan peserta didik dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran daring yang dilangsungkan. Untuk itu, aplikasi-aplikasi yang familier di kalangan peserta didik, seperti Whatsapp dan Line, juga masih memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai ruang interaksi antar peserta didik.

Kesimpulan

Artikel ini telah membahas beberapa rekomendasi desain pembelajaran jarak jauh dengan memandang pengajaran sebagai proses interaksi antar pelaku pembelajaran. Interaksi yang dimediasi oleh teknologi ini perlu didesain dengan matang dan diimplementasikan dengan berpatokan pada kebutuhan peserta didik. Selain apa yang telah dibagi di sini, ruang-ruang inovasi masih sangat terbuka lebar dalam desain dan implementasi pembelajaran jarak jauh. Demikian juga dengan ruang belajar untuk terus mem-perbaiki pengajaran. Masih luasnya ruang inovasi dan belajar inilah yang memerdekakan pendidik untuk terus mengamati, bertanya, mencoba, menemukan, dan berefleksi tentang bagaimana bentuk pembelajaran jarak jauh yang paling sesuai dengan konteks peserta didiknya.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *